Berita

Tetap Stylish dengan Menjaga Lingkungan

Fashion terus bergulir dengan cepat, hasrat yang ingin selalu up to date dengan barang-barang kekinian memberikan peluang dan ide untuk para pelaku industri fashion selalu mengeluarkan konsep baru bertemakan Fast Fashion. Selain itu kuantitas produksi juga menjadi tuntutan pasar. Namun, tahukah anda jika fashion merupakan urutan ke 2 sebagai penyumbang limbah terbesar dan terkotor di dunia? Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ellen MacArthur Foundation, industri fashion menghasilkan emisi gas lebih merusak dibanding penggabungan industri pelayaran dan penerbangan. Jumlah limbah dan aktivitas pembuatan baju, celana, hingga sepatu di seluruh dunia semakin meningkat, diperburuk dengan semakin banyaknya air bersih terbuang demi mengikuti tren fashion. Tidak semua produksi industri fashion laku habis terjual. Sebagian besar sisa produksi itu akan dibuang sampai bisa berton-ton beratnya. Produsen industri fashion lebih memilih membuat desain baru dibandingkan mendaur ulang stok barang yang tidak terpakai. Sistem daur ulang bukan merupakan solusi yang mudah, hal ini dikarenakan sebagian besar barang fashion dibuat dari material sintetis (Demy Durabilitas). Sedangkan material sintetis itu sangat sulit untuk didaur ulang, serta biaya produksi daur ulang ini dinilai lebih mahal jika dibandingkan dengan membuat produk baru.

Namun belakangan ini banyak pencinta fast fashion yang beralih dan mengubah pandangan untuk tetap peduli terhadap isu sosial dan lingkungan. Mereka menciptakan produk yang fashionable akan tetapi menggunakan materi bahan alami atau lebih dikenal dengan istilah Eco Friendly. Menurut Air Quality Science, istilah Eco Friendly/Green Products/Produk Ramah Lingkungan ada sejak tahun 1980-an. Awal kemunculannya di Amerika Serikat dimana saat itu bumi sedang diterpa isu Global Warming. Ada beberapa ciri dan ketentuan untuk produk-produk Eco Friendly antara lain; 1) Memiliki VOC (Volatile Organic Compounds) yang sedikit, 2) Tidak menggunakan bahan-bahan beracun baik saat produksi maupun setelah jadi produknya, 3) Harus tahan lama dan tidak banyak memerlukan perawatan, ) Mampu didaur ulang baik itu setelah jadi produk , ataupun setelah diproduksi 5) Dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari lokal Biodegradable.

Sepatu merupakan salah satu komponen pelengkap dalam industri fashion. Walaupun tergolong aksesoris fashion namun sepatu dinilai mampu membuat penampilan semakin maksimal dan tampak tampil lebih elegan. Pada hakikatnya sepatu digunakan sebagai alat untuk melindungi kaki kita dari benda-benda yang membahayakan. Namun kini sepatu jadi bagian lifestyle masyarakat sehingga brand yang khusus memproduksi sepatu pun semakin banyak. Sepatu dan kulit adalah hal yang sudah tidak dapat dipisahkan sejak zaman romawi kuno, bahan yang kuat, elastis, serta tahan lama, menjadikan kulit adalah bahan utama dalam pembuatan sepatu. Kulit yang digunakan pada sepatu biasanya menggunakan kulit-kulit dari hewan seperti; sapi atau yang sejenis, kambing, domba, babi, reptil seperti ular dan buaya. Selain itu diperlukan berbagai macam material lainnya dalam pembuatan sepatu, dan paling umum yaitu: karet, plastik, tekstil termasuk Felt dan Non-Woven, Anyaman, Kayu.

Industri sepatu lokal perlahan tapi semakin naik dan menarik eksistensinya. Kehadiran berbagai brand sepatu lokal tidak terlepas dari pasarnya yang begitu besar. Salah satu brand sepatu asal Indonesia tepatnya berlokasi di kota Bandung bernama Pijakbumi ikut meramaikan industri sepatu di dunia dengan menghadirkan inovasi yang berbeda. Pijakbumi telah berdiri sejak tahun 2016 Nama Pijakbumi terinspirasi dari Earthing yang dapat diartikan sebagai kontak langsung antara manusia dengan bumi tanpa menggunakan alas kaki. Hal merupakan filosofi dan makna dari penamaan Pijakbumi, dimana dipercaya merupakan cara alami untuk menetralisir keadaan emosional dalam diri. Hal ini beriringan dengan rencana aksi Global Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan konsep natural itu, label Pijakbumi cepat meraih popularitas.

Sepatu Pijakbumi ini merupakan sepatu unisex yang yang memiliki target pasar berupa generasi milenial berusia 18 sampai 34 tahun. Design alas kaki Sneaker yang telah diluncurkan dikenal dengan nama Atlas, dimana karena keunikan dan ciri khas produk dan material bahannya, nama Pijakbumi sudah dikenal oleh pasar lokal dan internasional (khususnya di Asia dan Eropa. Serat yang digunakan yaitu Serat Kenaf. Kenaf atau yang memiliki nama latin Hibiscus Cannabinus telah dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1986. Untuk wilayah budidayanya tersebar di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. Hampir semua bagian pada tanaman ini dapat dijadikan bahan olahan industri seperti karpet, tekstil, kerajinan tangan.

Salah satu bukti keberhasilan produksi sepatu Pijakbumi terlihat pada ajang internasional MICAM Milano yang berlangsung di Milan, Italia 20-23 September 2020. Dimana pemilik Pijakbumi yang bernama Rowland Asfales mendapatkan penghargaan sebagai Emerging Designer dalam pameran khusus sepatu/alas kaki terbesar di dunia tersebut. Setiap tahunnya MICAM Milano diikuti 1400 perusahaan dari 30 negara di seluruh dunia dengan rata dengan trafik rata-rata 45000 pengunjung dari 130 negara. Dengan kata lain, Pijakbumi sudah menembus 5 benua dan membawa nama Indonesia mendunia. Pijakbumi juga memproduksi apparel dan tas dari bahan kulit natural. Pijakbumi secara khusus berkomitmen untuk menciptakan alas kaki dengan desain yang baik dan produksi ramah lingkungan. Melalui kampanye #ForBetterEarth, Pijakbumi mengajak masyarakat untuk menerapkan pola konsumsi yang bertanggung jawab.

Perubahan tidak akan pernah terjadi jika dilakukan hanya beberapa individu. Perubahan terjadi ketika ada kehendak dan aksi bersama. Jadi tunggu apalagi, mari bersama menjaga alam tanpa meninggalkan passion di dunia fashion #ForBetterEarth.